Ringkasan Teori
Hidup adalah Persaingan, Konflik, dan Intrik

Tanpa kita sadari, hidup yang kita jalani setiap hari sebenarnya penuh dengan persaingan. Jika kita melihat lebih dalam menggunakan perspektif sosiologi, realitas ini menjadi sangat jelas. Saat masih duduk di bangku kuliah, kita bersaing dengan teman sendiri untuk mendapatkan predikat mahasiswa berprestasi. Kita juga mungkin bersaing untuk mendapatkan perhatian orang yang kita sukai. Setelah lulus, kita bersaing kembali dengan teman satu jurusan untuk mendapatkan pekerjaan terbaik. Inilah yang ditegaskan oleh dua sosiolog besar dunia: Karl Marx dan Max Weber. Keduanya sepakat bahwa konflik merupakan bagian mendasar dari kehidupan sosial manusia.
Karl Marx: Konflik Kelas dan Revolusi
Karl Marx memandang bahwa konflik sosial terutama bersumber dari pertentangan antara kelas-kelas sosial dalam masyarakat, khususnya antara kaum borjuis (pemilik modal dan alat produksi) dan kaum proletar (kelas pekerja). Dalam analisis Marx, kaum borjuis mengeksploitasi proletar dengan cara mengambil “nilai lebih” dari hasil kerja mereka. Ketimpangan ini menciptakan ketegangan dan konflik kelas yang sistemik. Marx juga menekankan bahwa struktur ekonomi (base structure) merupakan fondasi yang menentukan aspek-aspek lain dalam kehidupan masyarakat seperti budaya, agama, pendidikan, dan hukum (superstructure). Ketika ketimpangan ini mencapai puncaknya, Marx percaya bahwa proletar akan melakukan revolusi sosial demi menciptakan masyarakat tanpa kelas—komunisme.
Max Weber: Konflik Multidimensi
Berbeda dengan Marx, Max Weber mengembangkan pandangan bahwa konflik sosial tidak hanya bersumber dari ekonomi. Menurut Weber, sumber konflik bisa berasal dari berbagai dimensi sosial lain seperti status, kekuasaan, dan prestise. Misalnya, perbedaan akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, atau hak-hak politik bisa menimbulkan konflik yang sama seriusnya seperti konflik ekonomi. Dalam pandangan Weber, penting juga memperhatikan aspek legitimasi—yakni sejauh mana kekuasaan dan otoritas diterima oleh masyarakat—karena hal ini menentukan struktur dan dinamika konflik sosial. Oleh karena itu, Weber melihat konflik sebagai fenomena yang lebih kompleks dan multidimensi dibanding pandangan Marx yang lebih fokus pada ekonomi.
Refleksi: Konflik dalam Kehidupan Sehari-hari
Jika direnungkan lebih dalam, konflik dan persaingan seperti yang dibahas oleh Marx dan Weber juga hadir dalam kehidupan kita. Apakah kita sedang mengalami persaingan untuk mendapatkan pekerjaan, mengejar prestise, atau bahkan memperebutkan posisi kekuasaan di lingkungan sosial kita? Atau mungkin kita merasakan semuanya sekaligus? Perspektif sosiologi membantu kita memahami bahwa dinamika ini bukan sekadar masalah pribadi, tetapi merupakan bagian dari struktur sosial yang lebih luas.
Sumber: Ruth A. Wallace and Alison Wolf (2009). Contemporary Sociological Theory: Expanding the Classical Tradition. USA: Prentice Hall PTR.

Dr. Dede Syarif
Dr. Dede Syarif adalah seorang akademisi dan sosiolog dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang menempuh pendidikan sosiologi di Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia dikenal aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi melalui berbagai kegiatan akademik, termasuk mengikuti short course di Jerman dan Australia. Selain itu, Dr. Dede merupakan pendiri komunitas kajian Perspektif Sosiologi yang berfokus pada analisis isu-isu sosial kontemporer. Ia juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Program Studi Sosiologi di tingkat S1, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Bandung