Mengenal Tokoh
Tak Pernah Belajar Sosiologi, Kok Bisa Jadi Sosiolog?

Dalam dunia ilmu sosial, sering kali muncul pertanyaan menarik tentang bagaimana seseorang bisa disebut sebagai sosiolog tanpa latar belakang pendidikan formal dalam bidang tersebut. Uniknya, sejumlah tokoh besar justru menjadi pionir sosiologi tanpa pernah mengecap pendidikan resmi di bidang ini. Berikut beberapa contoh terkenal yang patut disimak.
Auguste Comte: Sang Bapak Tanpa Gelar
Auguste Comte dikenal luas sebagai bapak sosiologi. Ironisnya, Comte sendiri tidak pernah menempuh pendidikan sosiologi secara formal. Hal ini wajar mengingat saat itu sosiologi sebagai ilmu tersendiri memang belum ada. Comte justru mendapat gelar tersebut karena kontribusi besarnya dalam melahirkan konsep dasar sosiologi. Ia berhasil merumuskan sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat secara sistematis, meletakkan dasar kuat bagi perkembangan ilmu ini hingga sekarang.
Karl Marx: Filsafat, Hukum, dan Revolusi Sosial
Tokoh lain yang menarik perhatian adalah Karl Marx. Sosok revolusioner ini tidak pernah secara formal belajar sosiologi. Awalnya, Marx masuk Universitas Bonn pada tahun 1835, berminat mempelajari filsafat dan sastra, namun atas keinginan ayahnya, ia justru diarahkan belajar hukum. Tidak lama berselang, Marx pindah ke Universitas Berlin, kembali bergelut dengan hukum dan filsafat. Puncaknya, Marx meraih gelar doktor dalam bidang filsafat dari Universitas Jena pada tahun 1841.
Meski tanpa latar belakang akademik sosiologi, Marx justru dikenal luas karena kontribusinya yang sangat berpengaruh terhadap pemahaman struktur sosial dan konflik kelas dalam masyarakat. Teorinya tentang kapitalisme dan perjuangan kelas menjadi fondasi utama bagi berbagai teori sosiologi modern dan kritis.
George Ritzer: Sosiolog Populer dari Pengalaman Hidup
George Ritzer adalah contoh sosiolog kontemporer populer yang cukup unik. Buku terkenalnya, “The McDonaldization of Society,” menjadi bacaan wajib di banyak universitas di seluruh dunia. Namun menariknya, Ritzer sama sekali tidak memiliki gelar formal di bidang sosiologi. Ia justru menempuh studi di bidang psikologi dan bisnis.
Ritzer mengaku bahwa perjalanan menjadi sosiolognya berawal dari refleksi mendalam terhadap pengalaman sehari-hari, termasuk saat berkunjung ke restoran cepat saji seperti McDonald’s. Ia bahkan menyatakan bahwa belajar teori sosial baginya terjadi secara alami, tanpa formalitas akademik tertentu. Menurut Ritzer, tidak belajar formal tentang teori sosiologi justru membantunya berpikir lebih bebas, tanpa dibatasi oleh perspektif teoritis tertentu.
Menjadi Sosiolog: Antara Pendidikan Formal dan Refleksi Hidup
Kisah Comte, Marx, dan Ritzer menunjukkan bahwa menjadi seorang sosiolog tak selalu bergantung pada latar belakang akademik formal. Sebaliknya, ketajaman analisis sosial, refleksi mendalam terhadap realitas kehidupan, serta kontribusi signifikan terhadap pemikiran sosial merupakan inti dari identitas seorang sosiolog.
Dengan demikian, apa yang menjadikan seseorang seorang sosiolog bukan hanya gelar formalnya, melainkan kemampuannya untuk memahami, menganalisis, dan menjelaskan fenomena sosial secara kritis dan reflektif.

Dr. Dede Syarif
Dr. Dede Syarif adalah seorang akademisi dan sosiolog dari UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang menempuh pendidikan sosiologi di Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia dikenal aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi melalui berbagai kegiatan akademik, termasuk mengikuti short course di Jerman dan Australia. Selain itu, Dr. Dede merupakan pendiri komunitas kajian Perspektif Sosiologi yang berfokus pada analisis isu-isu sosial kontemporer. Ia juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Program Studi Sosiologi di tingkat S1, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Bandung

Editor: Paelani Setia
Manajer di Perspektif Sosiologi