Ringkasan Teori
Ashabiyah dan Solidaritas Sosial: Dialog Tak Terduga antara Ibnu Khaldun dan Emile Durkheim

Apakah teori solidaritas sosial milik Emile Durkheim merupakan hasil pembaruan dari teori Ashabiyah Ibnu Khaldun? Meskipun kedua tokoh ini hidup dalam rentang waktu 500 tahun yang berbeda dan berasal dari tradisi intelektual yang berbeda pula, benang merah antara pemikiran mereka tampak begitu kuat. Artikel ini akan membandingkan dua gagasan besar itu untuk meninjau apakah keduanya memang berjalan seiring dalam menjelaskan struktur sosial.
Ashabiyah vs Solidaritas: Gagasan Dasar yang Sejajar
Ibnu Khaldun, dalam karya monumentalnya Muqaddimah, memperkenalkan konsep Ashabiyah—sebuah bentuk solidaritas sosial yang menjadi fondasi muncul dan runtuhnya peradaban. Sementara itu, Emile Durkheim dalam The Division of Labour in Society membedakan antara solidaritas mekanis dan solidaritas organik. Menariknya, Ashabiyah Khaldun sangat mirip dengan kesadaran kolektif (collective consciousness) yang menjadi inti solidaritas mekanis Durkheim (Durkheim, 1984).
Analogi Biologis: Masyarakat sebagai Organisme
Kedua tokoh ini menggunakan analogi biologis untuk memahami perubahan sosial. Durkheim melihat masyarakat sebagai organisme sosial yang berkembang dari bentuk sederhana menuju struktur kompleks. Ini sangat serupa dengan cara Khaldun mengamati transformasi masyarakat badui menuju masyarakat kota. Dalam Muqaddimah, Khaldun menulis bahwa “manusia tidak dapat hidup dan eksis kecuali melalui organisasi dan kerja sama sosial”—sebuah pernyataan yang selaras dengan prinsip dasar solidaritas Durkheim.
Pembagian Kerja dan Evolusi Sosial
Durkheim menekankan pentingnya division of labour sebagai transisi dari solidaritas mekanis ke solidaritas organik. Sementara itu, Ibnu Khaldun juga membahas pembagian kerja dalam masyarakat kota sebagai hasil perubahan gaya hidup. Kedua pemikir ini sepakat bahwa semakin kompleks masyarakat, semakin beragam pula peran sosial yang muncul untuk menjaga keseimbangan dan keberlanjutan struktur sosial.
Agama sebagai Perekat Sosial
Kesamaan lain yang mengejutkan adalah dalam hal agama sebagai kontrol sosial. Durkheim menganggap agama sebagai fakta sosial yang memperkuat solidaritas. Namun jauh sebelumnya, Ibnu Khaldun telah menyatakan hal yang serupa. Ia melihat agama bukan hanya sebagai sistem kepercayaan, tetapi sebagai alat untuk memperkuat kohesi sosial dan ketertiban dalam masyarakat.
Dari Inspirasi ke Pertanyaan Historis
Dengan berbagai kesamaan ini, muncul pertanyaan kritis: Apakah Durkheim mungkin terinspirasi oleh teori Ibnu Khaldun? Meskipun bukti historis langsung sulit ditemukan, gagasan bahwa pemikiran Khaldun mendahului Durkheim selama lima abad dan menampilkan struktur argumentasi yang nyaris identik membuka peluang pembacaan lintas sejarah yang menarik.
Kesimpulan: Dialog Imajiner antara Timur dan Barat
Ibnu Khaldun dan Emile Durkheim mungkin tidak pernah bertemu, bahkan secara literatur. Namun, melalui teks dan teori, mereka seperti berdialog lintas waktu dan budaya tentang hal yang paling mendasar dalam sosiologi: bagaimana masyarakat bisa bertahan dan berkembang. Di tengah globalisasi ilmu sosial, perbandingan ini penting untuk merehabilitasi posisi pemikir Muslim klasik dalam sejarah ilmu pengetahuan dunia.
Referensi
Durkheim, Emile. The Division of Labour in Society. Trans. W. D. Halls. New York: Free Press, 1997.
Khaldun, Ibnu. Muqaddimah: An Introduction to History. Trans. Franz Rosenthal. Princeton: Princeton University Press, 1958.

Dr. Dede Syarif
Dr. Dede Syarif adalah akademisi dan sosiolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulusan Sosiologi UGM. Ia aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi, termasuk melalui short course di Jerman dan Australia. Pendiri Perspektif Sosiologi ini kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Sosiologi FISIP UIN Bandung.

Editor: Paelani Setia
Lulusan Sosiologi yang pernah mengikuti program pertukaran mahasiswa di University of Selangor, Malaysia. Aktif menulis di bidang kajian sosiologi, agama, dan religious studies. Saat ini menjabat sebagai Manajer sekaligus Co-Founder di Perspektif Sosiologi.