Book Review

Stigma: Notes on the Management of Spoiled Identity
Membongkar Dunia yang Tersembunyi dari Mereka yang Terstigma

Apa rasanya menjadi orang yang “berbeda” dalam pandangan masyarakat? Buku klasik karya Erving Goffman berjudul Stigma: Notes on the Management of Spoiled Identity (1963) memberikan jawaban tajam dan menggugah. Buku ini mengajak kita menyelami kehidupan orang-orang yang terstigma—mereka yang identitasnya “cacat” di mata norma sosial—dan bagaimana mereka mencoba bertahan, menyesuaikan diri, bahkan melawan.

1. Tiga Jenis Stigma Menurut Goffman

Pada bab awal, Goffman membagi stigma menjadi tiga kategori:

  • Stigma sifat karakter: berkaitan dengan aspek moral atau perilaku yang dianggap menyimpang, seperti ketidakjujuran atau kecanduan.
  • Stigma fisik: menyangkut kondisi tubuh yang tampak berbeda, misalnya disabilitas atau cacat fisik.
  • Stigma identitas kelompok: berdasarkan kategori sosial seperti ras, etnisitas, agama, atau kebangsaan.

Meskipun berbeda, ketiganya memiliki kesamaan: masing-masing membawa konsekuensi sosial yang sistematis dan membentuk relasi kekuasaan dalam masyarakat.

2. Respons terhadap Stigma

Goffman menunjukkan bahwa individu yang terstigma merespons dengan berbagai cara:

  • Menutupi atau mengalihkan perhatian, seperti operasi plastik atau menonjolkan sisi lain yang dianggap “unggul.”
  • Menghindari relasi sosial intim, karena khawatir stigma akan terungkap.
  • Mengalami kecemasan dan tekanan psikologis karena terus menerus harus “bermain peran.”
  • Mencari komunitas senasib, yang dapat memberikan solidaritas dan dukungan emosional.

Semua respons ini menunjukkan bahwa menjadi terstigma bukan hanya pengalaman individual, tetapi juga pengalaman sosial yang melelahkan.

3. Simbol Stigma dan Strategi “Penghilangan Identitas”

Bab dua membahas konsep simbol stigma, yaitu tanda atau ciri yang menandakan perbedaan seseorang. Contohnya:

  • Cincin kawin → status pernikahan
  • Kursi roda, tongkat, alat bantu dengar → kondisi fisik
  • Warna kulit atau gaya rambut tertentu → identitas kelompok

Orang yang terstigma kadang mencoba menghilangkan simbol-simbol ini agar diterima sebagai “normal”. Namun, upaya ini sering berdampak balik—mengikis kepercayaan diri dan menimbulkan konflik identitas.

4. Etiket Sosial Orang yang Terstigma

Dalam bab tiga, Goffman merinci delapan “aturan tak tertulis” yang sering diikuti oleh orang terstigma saat berhadapan dengan “orang normal”:

  1. Anggap bahwa orang normal itu bodoh, bukan jahat.
  2. Abaikan hinaan; bersikap sabar.
  3. Gunakan humor untuk mencairkan suasana.
  4. Perlakukan orang normal dengan hormat.
  5. Gunakan stigma sebagai topik pembicaraan serius.
  6. Gunakan jeda percakapan dengan bijak.
  7. Terbuka terhadap pertanyaan dan bantuan.
  8. Anggap diri sendiri sebagai orang normal.

Aturan ini memperlihatkan beban sosial yang harus terus dinegosiasikan oleh individu yang terstigma, bahkan dalam interaksi sehari-hari.

5. Stigma dan Teori Penyimpangan

Dalam dua bab terakhir, Goffman memperluas pembahasan menuju fungsi sosial dari stigmatisasi. Ia menunjukkan bahwa stigma tidak hanya mencerminkan pandangan negatif, tapi juga alat kontrol sosial—cara masyarakat menentukan siapa yang “di dalam” dan siapa yang “di luar” norma.

Goffman juga menantang konsep penyimpangan dalam sosiologi: mungkin yang menyimpang bukan perilakunya, tapi cara masyarakat memberi makna dan respons terhadap perbedaan.

Kesimpulan: Membaca Stigma, Mengenal Dunia Lain

Buku Stigma dari Goffman bukan sekadar kajian teoretis; ini adalah jendela untuk memahami kehidupan mereka yang disingkirkan dari “normalitas.” Goffman dengan cerdas membalik pertanyaan: mungkin bukan orang yang terstigma yang bermasalah, tapi sistem sosial yang gagal merangkul keberagaman.

Referensi:

Crossman, Ashley. (2025, April 25). Stigma: Notes on the Management of Spoiled Identity. Retrieved from https://www.thoughtco.com/stigma-notes-on-the-management-of-spoiled-identity-3026757

 

Dr. Dede Syarif

Dr. Dede Syarif adalah akademisi dan sosiolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulusan Sosiologi UGM. Ia aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi, termasuk melalui short course di Jerman dan Australia. Pendiri Perspektif Sosiologi ini kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Sosiologi FISIP UIN Bandung.

Editor: Paelani Setia

Lulusan Sosiologi yang pernah mengikuti program pertukaran mahasiswa di Unisel, Selangor, Malaysia. Aktif menulis di bidang kajian sosiologi, agama, dan religious studies. Saat ini menjabat sebagai Manajer sekaligus Co-Founder komunitas kajian Perspektif Sosiologi.

Share artikel ini yuk!
Scroll to Top