Book Review

Biar Cara Berpikirmu Lebih Sosiologis: Tiga Buku, Tiga Lensa Kritis

ngin berpikir lebih sosiologis dan tidak terjebak dalam cara pandang yang terlalu individual seperti psikolog atau terlalu spekulatif seperti filsuf? Tiga buku ini wajib kamu baca sebagai fondasi utama: The Rules of Sociological Method oleh Émile Durkheim, The Social Construction of Reality oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, serta The Sociological Imagination oleh C. Wright Mills. Ketiganya mengajarkan bagaimana melihat masyarakat, realitas, dan masalah pribadi dari sudut pandang yang lebih ilmiah dan terstruktur secara sosial.

Durkheim dan Fakta Sosial: Melihat Masyarakat Secara Objektif

Durkheim mengajak kita untuk memahami dunia sosial bukan sebagai kumpulan opini atau perasaan, tetapi sebagai “fakta sosial” (social facts). Artinya, fenomena sosial seperti norma, nilai, atau bahkan bunuh diri harus dilihat sebagai sesuatu yang objektif, bisa diukur, dan berada di luar individu. Maka, jika kamu mau berpikir seperti sosiolog, tinggalkan asumsi moral dan gunakan metode ilmiah yang sistematis. Dengan begitu, kamu tidak akan terjebak dalam prasangka atau penilaian subjektif yang sering muncul dalam pendekatan psikologi atau filsafat moral.

Realitas Itu Dikonstruksi, Bukan Ditemukan: Pelajaran dari Berger dan Luckmann

Melalui The Social Construction of Reality, Berger dan Luckmann mengajarkan bahwa kenyataan yang kita anggap “alami” atau “normal” sebenarnya adalah hasil konstruksi sosial. Mereka menjelaskan bahwa realitas terbentuk melalui tiga proses: eksternalisasi (manusia menciptakan masyarakat), objektivasi (masyarakat menjadi kenyataan yang tampak stabil), dan internalisasi (manusia kembali dibentuk oleh masyarakat yang ia ciptakan). Jadi, jangan mudah percaya bahwa kenyataan sosial itu netral; selalu ada proses sejarah dan relasi kekuasaan di baliknya.

Mills dan Imajinasi Sosiologis: Hubungkan Diri dengan Struktur Sosial

C. Wright Mills, dalam The Sociological Imagination, mengajarkan bahwa untuk benar-benar memahami hidup kita, kita harus mampu menghubungkan pengalaman pribadi (personal troubles) dengan struktur sosial yang lebih luas (public issues). Misalnya, pengangguran bukan sekadar kegagalan individu, tetapi bisa jadi cerminan dari krisis ekonomi atau sistem pendidikan yang tidak adil. Imajinasi sosiologis memungkinkan kita melihat bahwa masalah yang kita hadapi bukan hanya milik kita pribadi, tetapi bagian dari dinamika sosial yang lebih besar.

Penutup: Berpikir Sosiologis itu Perlu

Dengan membaca dan memahami ketiga buku tersebut, kamu akan memiliki lensa kritis untuk membaca masyarakat secara lebih dalam dan struktural. Kamu akan sadar bahwa kenyataan tidak selalu seperti yang tampak, dan masalah pribadi sering kali punya akar sosial. Inilah bekal penting bagi siapa pun yang ingin memahami masyarakat bukan hanya dari permukaan, tapi dari struktur dan proses sosial yang membentuknya.

Dr. Dede Syarif

Dr. Dede Syarif adalah akademisi dan sosiolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulusan Sosiologi UGM. Ia aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi, termasuk melalui short course di Jerman dan Australia. Pendiri Perspektif Sosiologi ini kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Sosiologi FISIP UIN Bandung.

Editor: Paelani Setia

Lulusan Sosiologi yang pernah mengikuti program pertukaran mahasiswa di Unisel, Selangor, Malaysia. Aktif menulis di bidang kajian sosiologi, agama, dan religious studies. Saat ini menjabat sebagai Manajer sekaligus Co-Founder komunitas kajian Perspektif Sosiologi.

Share artikel ini yuk!
Scroll to Top