Ringkasan Teori

Sosiologi Atensi: Saat Perhatian Lebih Berharga dari Kontribusi

Dalam dunia yang dikuasai oleh media digital, perhatian atau atensi menjadi aset yang lebih bernilai dari sekadar kontribusi nyata. Pertanyaannya: mengapa seorang pesepakbola seperti Lionel Messi bisa menerima bayaran jutaan dolar, sedangkan seorang dokter yang menyelamatkan nyawa setiap hari tidak mendapatkan pengakuan serupa? Jawabannya sederhana namun menyakitkan: karena Messi menarik atensi publik dalam jumlah besar. Di era ekonomi digital, atensi adalah mata uang. Ia dapat menggerakkan massa, membentuk opini, dan mengubah perilaku sosial secara masif.

Sosiologi Atensi: Mengkaji Mekanisme Perhatian di Media Sosial

Sosiologi atensi mempelajari bagaimana perhatian manusia dimanipulasi, didistribusikan, dan dimonetisasi dalam sistem media digital. Di dalam platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube, perhatian menjadi objek rebutan yang dikapitalisasi oleh perusahaan, kreator konten, dan algoritma. Pendekatan ini tidak hanya menyoroti struktur teknis di balik platform, tetapi juga strategi individu dalam mencari validasi sosial dan status simbolik melalui jumlah likes, views, dan followers.

Atensi Sebagai Komoditas Digital

Dalam logika ekonomi atensi, waktu dan keterlibatan pengguna dianggap sebagai sumber daya utama. Semakin lama seseorang berada di suatu platform, semakin besar nilai ekonomisnya. Data interaksi—seperti klik, komentar, dan durasi menonton—dikumpulkan, dianalisis, lalu dijual kepada pengiklan. Atensi tak lagi gratis; ia menjadi komoditas yang diperjualbelikan dalam pasar global informasi.

Strategi Algoritma dan Mekanisme Penarik Perhatian

Platform media sosial menggunakan algoritma canggih untuk mengatur konten yang muncul di layar pengguna. Prioritas diberikan kepada konten yang menghasilkan interaksi tinggi, meski kadang tidak sehat secara sosial. Akibatnya, konten yang penuh kontroversi, emosi ekstrem, atau sensasi lebih sering muncul dan menyita perhatian publik dibandingkan konten edukatif atau reflektif. Ini menciptakan siklus umpan balik antara pencipta konten dan sistem, di mana mereka yang tahu cara “memancing algoritma” akan mendapatkan visibilitas lebih tinggi.

Pencarian Validasi dan Persona Digital

Dalam konteks ini, individu pun terdorong membangun persona daring yang dirancang untuk menarik perhatian. Banyak yang merasa perlu menciptakan versi ideal dari diri mereka demi mendapatkan pengakuan sosial. Mereka mungkin membagikan kehidupan pribadi secara berlebihan, memanipulasi narasi untuk meraih empati, atau bahkan memicu drama untuk menjaga eksistensinya dalam radar publik. Proses ini menjadikan atensi sebagai bentuk kekuasaan baru yang menentukan siapa yang layak didengar dan siapa yang tenggelam dalam kebisingan digital.

Ketimpangan dan Dampak Sosial Atensi

Distribusi perhatian yang tidak merata menciptakan ketimpangan sosial di ruang digital. Mereka yang sudah populer akan semakin mendapatkan sorotan, sementara yang lain berjuang keras untuk sekadar terlihat. Dalam kondisi ekstrem, kebutuhan akan atensi bisa mendorong perilaku yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Terlebih, sistem ini berisiko menurunkan kualitas interaksi sosial karena mendorong orang untuk tampil demi sorotan, bukan demi keaslian atau kontribusi nyata.

Medan Atensi: Perspektif Pierre Bourdieu

Sosiolog Pierre Bourdieu menggambarkan fenomena ini sebagai “medan”—arena sosial tempat individu bersaing untuk memperebutkan kapital simbolik. Di dunia digital, kapital itu berupa jumlah pengikut, kredibilitas daring, atau pengaruh opini. Media sosial membentuk medan atensi yang hierarkis, kompetitif, dan sarat simbolisme kekuasaan. Mereka yang sukses memahami medan ini akan mampu memosisikan diri sebagai pemain utama dalam ekonomi atensi, sementara yang lain tertinggal sebagai penonton pasif.

Dr. Dede Syarif

Dr. Dede Syarif adalah akademisi dan sosiolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulusan Sosiologi UGM. Ia aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi, termasuk melalui short course di Jerman dan Australia. Pendiri Perspektif Sosiologi ini kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Sosiologi FISIP UIN Bandung.

Editor: Paelani Setia

Lulusan Sosiologi yang pernah mengikuti program pertukaran mahasiswa di Unisel, Selangor, Malaysia. Aktif menulis di bidang kajian sosiologi, agama, dan religious studies. Saat ini menjabat sebagai Manajer sekaligus Co-Founder komunitas kajian Perspektif Sosiologi.

Share artikel ini yuk!
Scroll to Top