PoV
Perceraian Itu Sosiologis

Perceraian bukan hanya masalah individu atau pasangan, tetapi juga fenomena sosial yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait dalam masyarakat. Sosiologi mengkaji perceraian sebagai institusi sosial yang mencerminkan pergeseran norma, batasan, dan harapan dalam pernikahan serta kehidupan keluarga. Pergeseran ini terkait dengan tren sosial yang lebih luas dan mencerminkan transformasi dalam struktur sosial, budaya, dan kelas sosial. Dengan kata lain, perceraian tidak dapat dipahami hanya dalam konteks pribadi, tetapi juga dalam kerangka yang lebih besar, seperti struktur sosial, budaya, dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Konsep perceraian pun bervariasi, tergantung pada perkembangan waktu, konteks budaya, dan kelas sosial tertentu.
Perspektif Teori Sosiologi Menjelaskan Perceraian
Fungsionalisme
Dari sudut pandang fungsionalis, lembaga sosial seperti keluarga memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas masyarakat. Dalam perspektif ini, pernikahan secara tradisional dipandang sebagai struktur sosial yang menyediakan berbagai fungsi esensial, seperti dukungan ekonomi, keintiman emosional, fungsi pengasuhan anak, dan sosialisasi. Ketika salah satu lembaga sosial, seperti pernikahan, mengalami disfungsional atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya, perceraian dapat muncul sebagai respons korektif. Perceraian, dalam hal ini, dipandang sebagai cara untuk memperbaiki atau menyesuaikan kembali struktur sosial yang ada, dengan harapan bahwa individu atau keluarga dapat memperoleh stabilitas dan kesejahteraan yang lebih baik setelahnya.
Teori Konflik
Dari perspektif teori konflik, perceraian tidak hanya dilihat sebagai kegagalan pribadi atau masalah interpersonal, tetapi sebagai cerminan dari ketimpangan sosial yang lebih dalam. Konflik struktural dalam masyarakat—seperti ketimpangan antara pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan upahan, atau kontradiksi antara ekspektasi patriarki dan tuntutan otonomi perempuan—dapat menciptakan ketegangan yang akhirnya berujung pada perceraian. Perceraian, dalam hal ini, dianggap sebagai medan pertempuran untuk menegosiasikan kendali atas properti, anak-anak, dan bahkan identitas pribadi. Dalam masyarakat yang terstruktur oleh kekuasaan dan ketidaksetaraan, perceraian menjadi cara bagi individu untuk berjuang mempertahankan hak-hak mereka, baik itu dalam hal material maupun identitas pribadi.
Interaksionisme Simbolik
Interaksionisme simbolik memfokuskan pada aspek interpretatif dan interaktif dalam perceraian. Dalam pandangan ini, pernikahan dipandang sebagai negosiasi berkelanjutan tentang makna, identitas, dan peran. Selama hubungan berlangsung, kedua pihak terus-menerus menegosiasikan dan mendefinisikan ulang peran mereka dalam keluarga, hubungan, dan masyarakat. Ketika negosiasi ini gagal—entah karena kesalahpahaman, ekspektasi yang tidak terpenuhi, atau perubahan konsep diri—perceraian menjadi lebih mungkin terjadi. Perspektif ini menyoroti bahwa makna yang dikaitkan individu dengan hubungan mereka dan cara mereka menafsirkan pengalaman mereka bukanlah hal yang tetap, melainkan konstruksi sosial yang tergantung pada konteks dan pengalaman mereka dalam interaksi sosial. Dengan kata lain, perceraian terjadi ketika individu menafsirkan hubungan mereka secara berbeda, atau merasa bahwa hubungan tersebut tidak lagi memenuhi harapan yang mereka bangun bersama.
Teori Feminis
Sosiologi feminis memberikan perspektif yang sangat penting dalam memahami perceraian. Perspektif ini memandang perceraian sebagai proses gender, di mana pernikahan dianggap sebagai kontrak yang tidak netral. Para feminist berpendapat bahwa sistem patriarki yang ada dalam struktur sosial membuat pernikahan sering kali menjadi penindasan terhadap perempuan. Dalam banyak kasus, perempuan berada dalam posisi yang lebih lemah di dalam pernikahan dan sering kali dianggap tidak memiliki kekuatan atau kendali atas keputusan-keputusan besar dalam keluarga. Perceraian, dalam konteks ini, bisa dilihat sebagai jalur potensial menuju pembebasan bagi perempuan, karena mereka memiliki kesempatan untuk memutuskan hubungan yang menindas dan membangun kembali kehidupan mereka dengan kebebasan yang lebih besar. Namun, pada saat yang sama, perceraian juga memperlihatkan betapa strukturalnya peran gender dalam pernikahan dan konflik yang timbul dari ketidaksetaraan gender dalam keluarga.
Kesimpulan:
Perceraian bukan hanya fenomena pribadi atau keluarga, tetapi merupakan peristiwa sosial yang terkait dengan struktur sosial, norma, dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Dalam perspektif sosiologi, perceraian dapat dianalisis melalui berbagai teori, masing-masing menawarkan wawasan unik tentang bagaimana konflik, kegagalan komunikasi, ketimpangan sosial, dan peran gender berkontribusi pada munculnya perceraian. Dari sudut pandang fungsionalis, perceraian dilihat sebagai respons untuk memperbaiki struktur sosial yang tidak berfungsi. Dalam teori konflik, perceraian adalah akibat dari ketimpangan struktural yang lebih besar. Interaksionisme simbolik menekankan pada makna dan interpretasi yang dibentuk dalam hubungan yang berakhir, sementara sosiologi feminis memandang perceraian sebagai proses pembebasan bagi perempuan. Semua perspektif ini memberikan gambaran bahwa perceraian adalah fenomena sosial yang kompleks, yang tidak dapat dilihat hanya sebagai masalah pribadi, tetapi juga berakar dalam struktur sosial yang lebih besar.
Referensi:
- Stolley, Kathy S. (2005). The Basics of Sociology. Greenwood Publishing Group.

Dr. Dede Syarif
Dr. Dede Syarif adalah akademisi dan sosiolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulusan Sosiologi UGM. Ia aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi, termasuk melalui short course di Jerman dan Australia. Pendiri Perspektif Sosiologi ini kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Sosiologi FISIP UIN Bandung.

Editor: Paelani Setia
Lulusan Sosiologi yang pernah mengikuti program pertukaran mahasiswa di Unisel, Selangor, Malaysia. Aktif menulis di bidang kajian sosiologi, agama, dan religious studies. Saat ini menjabat sebagai Manajer sekaligus Co-Founder komunitas kajian Perspektif Sosiologi.