Ringkasan Teori

Mengapa Masyarakat Melakukan Demonstrasi? Perspektif Teori Kesenjangan Relatif

Demonstrasi sebagai Protes Sosial

Demonstrasi yang terjadi pada 25–28 Agustus lalu dapat dipahami sebagai bentuk protes sosial. Aksi massa ini merupakan ekspresi kolektif masyarakat untuk menolak ketidakadilan yang mereka rasakan. Demonstrasi bukan sekadar kerumunan tanpa arah, melainkan tindakan sosial yang memiliki pesan jelas: ketidaksetujuan atas ketimpangan sosial yang semakin terasa di kehidupan sehari-hari.

Pemicu Kemunculan Protes

Protes sosial tidak muncul begitu saja, melainkan dipicu oleh akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap elit politik dan pemerintah. Salah satu pemicu yang kuat adalah pertunjukan gaya hidup mewah anggota dewan yang terlihat kontras dengan kesulitan hidup rakyat. Tunjangan jabatan ratusan juta rupiah, bahkan hiburan joget-joget anggota DPR yang viral di media sosial, dipersepsikan sebagai simbol arogansi elit di tengah penderitaan masyarakat. Ketimpangan inilah yang menjadi bahan bakar emosional bagi lahirnya protes sosial secara luas.

Teori Kesenjangan Relatif

Fenomena demonstrasi dapat dijelaskan melalui Teori Kesenjangan Relatif (relative deprivation theory). Teori ini menyatakan bahwa gerakan sosial sering muncul karena adanya perasaan tidak puas akibat kesenjangan yang dirasakan. Masyarakat membandingkan kondisi hidup mereka yang sulit dengan kehidupan kaum elit yang bergelimang kemudahan. Perbedaan inilah yang memunculkan rasa frustrasi kolektif, yang kemudian diekspresikan dalam bentuk protes dan demonstrasi.

Frustrasi dan Kemarahan Kolektif

Teori ini juga menjelaskan bahwa orang cenderung mengalami frustrasi dan kemarahan ketika mereka merasa kekurangan, sementara kelompok lain menikmati kelimpahan. Perasaan deprivasi menjadi semakin tajam ketika kesenjangan itu dipertontonkan di ruang publik, seperti media sosial. Akibatnya, kemarahan masyarakat tidak lagi berhenti pada keluhan individual, tetapi berkembang menjadi gerakan kolektif, bahkan hingga perusakan sebagai simbol perlawanan.

Prinsip-Prinsip Utama Deprivasi Relatif

Deprivasi relatif bersifat subjektif. Artinya, rasa kekurangan bukan hanya ditentukan oleh kondisi material semata, tetapi juga oleh bagaimana orang menilai posisinya dibandingkan orang lain. Misalnya, penghasilan tiga juta rupiah mungkin dianggap cukup besar oleh sebagian masyarakat, tetapi dianggap sangat kecil oleh kelompok elit. Dengan demikian, deprivasi lebih merupakan pengalaman psikologis yang lahir dari perbandingan sosial.

Perbandingan Sosial dan Ekspektasi

Perasaan deprivasi muncul ketika masyarakat membandingkan situasi mereka dengan kelompok elit. Ekspektasi bahwa kehidupan mereka seharusnya lebih baik ternyata berbanding terbalik dengan realitas yang dihadapi. Ketika jarak antara ekspektasi dan realitas semakin melebar, rasa ketidakpuasan pun tumbuh menjadi energi sosial yang memicu protes.

Jenis-Jenis Kesenjangan Relatif

Walker dan Smith (2001) membedakan deprivasi relatif menjadi dua jenis. Pertama, deprivasi relatif egois, yaitu perasaan individu ketika membandingkan dirinya dengan individu lain. Kedua, deprivasi relatif fraternalistik, yaitu ketika suatu kelompok membandingkan dirinya dengan kelompok lain. Dalam konteks demonstrasi di Indonesia, masyarakat sebagai sebuah kelompok membandingkan kondisi mereka dengan kelompok elit politik yang hidup bergelimang fasilitas. Deprivasi fraternalistik inilah yang seringkali menjadi motor lahirnya gerakan sosial berskala besar.


Sumber:
Walker, I., & Smith, H. J. (2001). Relative Deprivation: Specification, Development, and Integration. Cambridge University Press.

Dr. Dede Syarif

Dr. Dede Syarif adalah akademisi dan sosiolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulusan Sosiologi UGM. Ia aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi, termasuk melalui short course di Jerman dan Australia. Pendiri Perspektif Sosiologi ini kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Sosiologi FISIP UIN Bandung.

Editor: Paelani Setia

Lulusan Sosiologi yang pernah mengikuti program pertukaran mahasiswa di Unisel, Selangor, Malaysia. Aktif menulis di bidang kajian sosiologi, agama, dan religious studies. Saat ini menjabat sebagai Manajer sekaligus Co-Founder komunitas kajian Perspektif Sosiologi.

Share artikel ini yuk!
Scroll to Top