Book Review

Peta Jalan dari Gramsci untuk Para Demonstran

Mengapa Revolusi Marx Tidak Terjadi?

Antonio Gramsci, seorang pemikir Marxis asal Italia, pernah dilanda frustrasi. Revolusi yang dijanjikan Karl Marx tidak kunjung terwujud, padahal eksploitasi kelas penguasa terhadap kelas pekerja semakin nyata. Bagi Gramsci, ada sesuatu yang keliru dalam membaca kondisi sosial: eksploitasi yang keras dan terang-terangan itu ternyata tidak selalu dirasakan sebagai penderitaan oleh kaum proletar.

Cultural Hegemony: Kuasa yang Halus

Gramsci menyadari bahwa kelas pekerja justru sering mengamini penindasan yang dialaminya. Hal ini terjadi karena adanya cultural hegemony, yaitu bentuk penguasaan yang halus dan subtil. Melalui hegemoni budaya, nilai-nilai dan ideologi kelas penguasa diterima sebagai sesuatu yang wajar, bahkan benar. Inilah yang membuat massa tidak merasa sedang ditindas, melainkan justru mendukung tatanan yang mengekang mereka.

Strategi: Perang Posisi dan Perang Manuver

Untuk menjawab persoalan ini, Gramsci menawarkan strategi perjuangan baru. Ia membedakan dua bentuk perjuangan: perang manuver dan perang posisi. Perang manuver adalah perebutan kekuasaan secara langsung melalui konfrontasi terbuka, seperti pemberontakan atau revolusi. Sebaliknya, perang posisi adalah perjuangan jangka panjang yang lebih strategis melalui pembentukan hegemoni budaya dan ideologis.

Mengapa Memulai dari Perang Posisi?

Dalam masyarakat kapitalis maju, kelas penguasa tidak hanya memiliki kendali ekonomi, tetapi juga kendali budaya dan ideologis atas massa. Jika perlawanan langsung dilancarkan, maka peluang kegagalan jauh lebih besar. Karena itu, Gramsci menekankan pentingnya perang posisi: membangun hegemoni tandingan yang dapat menandingi dominasi budaya kelas penguasa. Dengan kata lain, perubahan sejati hanya mungkin dicapai jika terlebih dahulu ada kemenangan dalam ranah ide dan budaya.

Perang Posisi sebagai Proses Dinamis

Perang posisi bukanlah perjuangan pasif, melainkan proses dinamis yang berlangsung melalui pendidikan, agitasi, serta penciptaan lembaga-lembaga budaya, politik, dan sosial alternatif. Tujuannya adalah memenangkan hati dan pikiran massa, sehingga mereka sadar akan penindasan yang dialaminya. Jika perang posisi berhasil, maka jalan menuju perang manuver akan lebih terbuka. Pada tahap itulah perebutan kekuasaan secara politik dapat dilakukan dengan peluang keberhasilan yang lebih besar.


Sumber:
Gramsci, A. (1929–1935). Prison Notebooks. Columbia Press.

Dr. Dede Syarif

Dr. Dede Syarif adalah akademisi dan sosiolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulusan Sosiologi UGM. Ia aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi, termasuk melalui short course di Jerman dan Australia. Pendiri Perspektif Sosiologi ini kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Sosiologi FISIP UIN Bandung.

Editor: Paelani Setia

Lulusan Sosiologi yang pernah mengikuti program pertukaran mahasiswa di Unisel, Selangor, Malaysia. Aktif menulis di bidang kajian sosiologi, agama, dan religious studies. Saat ini menjabat sebagai Manajer sekaligus Co-Founder komunitas kajian Perspektif Sosiologi.

Share artikel ini yuk!
Scroll to Top