Circle Itu Penting: Jaringan Pertemanan dan Kesuksesan Mahasiswa di Kampus
Apa yang sebenarnya menentukan keberhasilan seseorang selama kuliah? Apakah rajin belajar, jadi kutu buku, punya dosen pembimbing yang perhatian, atau mungkin dukungan orang tua? Bisa jadi semua itu penting. Tapi, sebuah riset sosiologis menarik menunjukkan ada satu faktor lain yang sering diabaikan, padahal sangat menentukan kesuksesan akademik dan sosial mahasiswa: jaringan pertemanan. Hal inilah yang diungkapkan oleh Janice M. McCabe dalam bukunya Connecting in College: How Friendship Networks Matter for Academic and Social Success. Buku ini bertujuan mengeksplorasi jenis-jenis pertemanan yang terbentuk di kalangan mahasiswa, siapa yang cenderung membentuk jenis tertentu, serta bagaimana relasi sosial tersebut berdampak pada pencapaian akademik dan kehidupan sosial—bahkan setelah lulus kuliah. McCabe menggarisbawahi bahwa selain kebiasaan belajar yang baik, dukungan keluarga, dan keterlibatan dosen, keberhasilan akademik juga sangat dipengaruhi oleh dengan siapa mahasiswa bergaul. Melalui survei mendalam dan wawancara dengan berbagai mahasiswa dari latar belakang berbeda, McCabe menemukan bahwa pertemanan di perguruan tinggi memainkan peran yang jauh lebih penting daripada yang selama ini kita duga. Setiap mahasiswa memiliki dinamika jaringan sosial yang berbeda. Ada yang memiliki satu circle yang solid, ada yang nyaman berpindah di antara beberapa kelompok, dan ada pula yang aktif menjalin pertemanan baru setiap harinya. Beberapa mahasiswa memilih memisahkan urusan sosial dan akademik mereka, sementara yang lain justru sangat bergantung pada lingkaran pertemanan untuk mendukung performa akademik—seperti saling berbagi catatan, belajar bareng, atau sekadar menyemangati di tengah tekanan kuliah. McCabe juga menunjukkan bahwa pola pertemanan ini tidak berdiri sendiri, melainkan dipengaruhi oleh faktor sosial yang lebih luas, seperti kelas sosial dan ras. Lebih jauh lagi, ia menelusuri bagaimana jaringan pertemanan di masa kuliah membentuk masa dewasa awal, baik dalam hal karier maupun kesejahteraan emosional. Temuan ini kemudian ia tuangkan dalam bentuk rekomendasi praktis untuk meningkatkan pengalaman mahasiswa dan menjamin kesuksesan yang lebih merata di lingkungan kampus. Kesimpulannya, mahasiswa yang memiliki jaringan pertemanan yang suportif—bukan hanya ramai, tapi juga saling mendukung secara akademik dan emosional—cenderung memiliki capaian akademik yang lebih baik dan kesiapan sosial yang lebih kuat ketika memasuki dunia pascakampus. Jadi, circle bukan sekadar tempat nongkrong atau berbagi cerita. Ia bisa jadi fondasi penting untuk sukses di dunia akademik dan kehidupan setelahnya. Bagaimana dengan circle kamu? Sudah cukup mendukung belum?