Info

Info

Dulu Mereka Demonstran, Kini Jadi Anggota Dewan: Siklus Hidup Para Aktivis

Info Dulu Mereka Demonstran, Kini Jadi Anggota Dewan: Siklus Hidup Para Aktivis Siklus Kekuasaan ala Ibnu Khaldun Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya menjelaskan bahwa kekuasaan memiliki pola yang berulang, seperti sebuah siklus. Ada masa perjuangan, kemenangan, puncak kejayaan, hingga akhirnya memasuki periode penurunan. Pola ini tidak hanya berlaku bagi dinasti atau kerajaan, tetapi juga bisa terlihat dalam perjalanan para aktivis yang bertransformasi menjadi penguasa. Fase Perjuangan: Aktivis 1998 Pada tahun 1998, saat gelombang reformasi mengguncang Indonesia, banyak aktivis turun ke jalan melawan rezim Orde Baru. Demonstrasi besar-besaran berhasil menggulingkan kekuasaan yang sudah berkuasa lebih dari tiga dekade. Saat itu, nama-nama seperti Adian Napitupulu, Ahmad Doli Kurnia, Willy Aditya, Saleh Partaonan Daulay, hingga Habiburokhman adalah bagian dari barisan aktivis mahasiswa yang bersuara lantang melawan rezim. Mereka hadir sebagai simbol perlawanan generasi muda terhadap ketidakadilan dan otoritarianisme. Fase Kemakmuran dan Pertumbuhan: Dari Jalanan ke Parlemen Namun, waktu berjalan. Banyak dari aktivis reformasi itu kini masuk ke dalam sistem yang dulu mereka lawan. Ada yang menjadi petinggi partai politik, duduk di kursi DPR, menduduki jabatan di kementerian, hingga menjadi komisaris BUMN. Misalnya, Adian Napitupulu kini duduk di Komisi V DPR RI, Ahmad Doli Kurnia memimpin Baleg DPR RI, Willy Aditya menjadi anggota Komisi XIII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay berada di Komisi VII, sementara Habiburokhman duduk di Komisi III DPR RI. Perubahan peran ini menunjukkan bagaimana “man of protest” berubah menjadi “man of power”. Fase Kejatuhan dan Pergantian: Aktivis yang Dilawan Ketika demonstrasi Agustus 2025 terjadi, ironi sejarah tampak jelas. Mereka yang dulu berdiri di barisan demonstran, kini berada di posisi kekuasaan yang dihadapi oleh para demonstran baru. Situasi ini seakan mengulang siklus yang diprediksi Ibnu Khaldun: setelah puncak kejayaan, akan ada fase penurunan dan kemungkinan tergantikan oleh kekuatan baru. Menanti Episode Berikutnya Pertanyaannya kini: akankah para mantan aktivis yang kini berada di lingkaran kekuasaan mampu bertahan, atau justru memasuki fase kejatuhan sebagaimana hukum siklus sejarah? Waktu yang akan menjawab. Yang pasti, perjalanan mereka menjadi pengingat bahwa perjuangan dan kekuasaan sering kali berputar dalam lingkaran yang sama. Dr. Dede Syarif Dr. Dede Syarif adalah akademisi dan sosiolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulusan Sosiologi UGM. Ia aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi, termasuk melalui short course di Jerman dan Australia. Pendiri Perspektif Sosiologi ini kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Sosiologi FISIP UIN Bandung. Editor: Paelani Setia Lulusan Sosiologi yang pernah mengikuti program pertukaran mahasiswa di Unisel, Selangor, Malaysia. Aktif menulis di bidang kajian sosiologi, agama, dan religious studies. Saat ini menjabat sebagai Manajer sekaligus Co-Founder komunitas kajian Perspektif Sosiologi. Share artikel ini yuk! Facebook-f Link Twitter Instagram Whatsapp

Info

10 Tips untuk Mahasiswa Baru Jurusan Sosiologi

Info 10 Tips untuk Mahasiswa Baru Jurusan Sosiologi Masuk ke jurusan Sosiologi berarti siap menghadapi dunia baru yang penuh bacaan, diskusi kritis, dan latihan berpikir tajam. Biar perjalanan akademikmu lebih terarah, berikut 10 tips penting yang bisa membantu kamu sebagai mahasiswa baru Sosiologi. 1. Bersiaplah untuk Membaca & Menulis Di Sosiologi, membaca adalah makanan sehari-hari. Semakin tinggi tingkat kuliahmu, semakin sulit pula bacaan yang harus kamu hadapi. Tapi jangan khawatir, membaca akan membentuk dasar pemahamanmu. Selain itu, menulis juga jadi keterampilan utama. Tulisan adalah bukti kemampuanmu dalam mengolah ide dan teori sosiologi. 2. Jangan Alergi Sama Hitungan Meski bukan jurusan matematika, kamu tetap akan berhadapan dengan angka. Metode kuantitatif, survei, dan statistik sering digunakan untuk memahami fenomena sosial. Jadi, jangan kaget kalau angka dan grafik ikut hadir dalam perjalananmu. 3. Bersiap Menjelajahi Berbagai Topik Sosiologi itu luas. Dari politik, agama, budaya, olahraga, film, perceraian, sampai isu-isu global—semuanya bisa dikaji secara sosiologis. Jadi, terbukalah dengan keragaman topik yang akan kamu temui. 4. Kenali Penelitian Dosenmu Setiap dosen punya minat penelitian yang spesifik. Mengenali penelitian mereka bisa membuka jalan bagimu untuk mendalami topik yang sama. Siapa tahu, dari sana lahir peluang penelitian atau skripsi yang menarik. 5. Bersiaplah Menghadapi Topik yang Tidak Menyenangkan Tidak semua fenomena sosial itu indah. Kadang kamu harus membahas hal-hal yang menyakitkan atau tidak nyaman, seperti diskriminasi, kemiskinan, perang, atau kekerasan berbasis gender. Justru dari sana, kepekaan sosiologismu akan terasah. 6. Membuat Catatan Materi sosiologi sering kali luas dan beragam. Catatlah hal-hal penting yang menarik minatmu. Catatan bukan hanya untuk ujian, tapi juga bisa jadi bahan refleksi jangka panjang. 7. Tetap Update dengan Perkembangan Sosial Masyarakat terus berubah, begitu juga fenomena yang terjadi. Sebagai mahasiswa Sosiologi, penting untuk selalu mengikuti berita, tren, dan dinamika sosial. Dengan begitu, teori yang kamu pelajari akan terasa relevan dengan realitas sehari-hari. 8. Pelajari Keterampilan Penelitian dan Analisis Belajar sosiologi bukan cuma soal menguasai teori, tapi juga keterampilan praktis. Kamu akan dilatih meneliti, menganalisis data, hingga membuat interpretasi sosial. Ini keterampilan yang sangat berguna, bahkan di luar dunia akademik. 9. Fokus pada Penerapan, Bukan Hafalan Teori sosiologi bukan untuk dihafalkan mentah-mentah, melainkan dipahami dan digunakan sebagai lensa untuk melihat fenomena. Semakin sering kamu mempraktikkan teori dalam kehidupan sehari-hari, semakin tajam pemahamanmu. 10. Aktif Berorganisasi Belajar sosiologi tidak hanya di kelas. Dunia organisasi adalah laboratorium sosial yang nyata. Di sana, kamu bisa menguji teori sekaligus mengembangkan keterampilan sosial, kepemimpinan, dan kerja sama tim. Dr. Dede Syarif Dr. Dede Syarif adalah akademisi dan sosiolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulusan Sosiologi UGM. Ia aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi, termasuk melalui short course di Jerman dan Australia. Pendiri Perspektif Sosiologi ini kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Sosiologi FISIP UIN Bandung. Editor: Paelani Setia Lulusan Sosiologi yang pernah mengikuti program pertukaran mahasiswa di Unisel, Selangor, Malaysia. Aktif menulis di bidang kajian sosiologi, agama, dan religious studies. Saat ini menjabat sebagai Manajer sekaligus Co-Founder komunitas kajian Perspektif Sosiologi. Address-card Instagram Share artikel ini yuk! Facebook-f Link Twitter Instagram Whatsapp

Info

Belajar Sosiologi Mau Jadi Apa?

Info Belajar Sosiologi Mau Jadi Apa? Banyak yang bertanya, “Kalau kuliah di Sosiologi, nanti bisa jadi apa?” Jawabannya: ada banyak jalur yang bisa ditempuh. Lulusan Sosiologi tidak hanya paham teori, tetapi juga dibekali keterampilan analisis, riset, dan pemberdayaan sosial yang sangat dibutuhkan di masyarakat. Berikut beberapa kompetensi utama yang bisa menjadi pilihan jalur karier lulusan Sosiologi. Peneliti Sosial Apa yang mereka lakukan?Peneliti sosial adalah individu yang melakukan penelitian ilmiah mengenai masyarakat, perilaku manusia, dan interaksi sosial. Dengan menggunakan metode ilmiah, peneliti sosial berusaha memahami berbagai aspek kehidupan sosial dan budaya. Fokusnya bisa sangat luas—mulai dari isu kemiskinan, perubahan sosial, konflik, hingga media dan teknologi. Seorang peneliti sosial dapat bekerja di lembaga riset, universitas, lembaga pemerintah, maupun lembaga internasional. Analis Sosial Apa yang mereka lakukan?Analis sosial bertugas membaca realitas sosial secara lebih mendalam. Mereka meneliti aspek sejarah, struktur, budaya, hingga interaksi antar faktor yang memengaruhi masyarakat. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran utuh tentang situasi sosial, mengidentifikasi masalah, dan merumuskan solusi yang tepat. Pekerjaan ini sering dilakukan oleh akademisi, peneliti, maupun praktisi di LSM (NGO) dan lembaga kebijakan publik. Pemberdaya Sosial Apa yang mereka lakukan?Pemberdaya sosial berfokus pada upaya meningkatkan kapasitas individu maupun kelompok masyarakat agar mampu mengendalikan kehidupannya sendiri. Mereka memberikan pendampingan, pengetahuan, keterampilan, dan kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan, mengakses sumber daya, dan mengembangkan potensi lokal. Profesi ini biasanya dijalankan oleh pekerja komunitas, aktivis, maupun program CSR perusahaan yang terjun langsung ke masyarakat. Jadi, belajar Sosiologi bukan sekadar memahami teori, tapi juga melatih diri untuk membaca realitas sosial, menemukan solusi, dan memberdayakan masyarakat. Inilah yang menjadikan lulusan Sosiologi relevan di banyak bidang kerja dan pembangunan sosial. Dr. Dede Syarif Dr. Dede Syarif adalah akademisi dan sosiolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulusan Sosiologi UGM. Ia aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi, termasuk melalui short course di Jerman dan Australia. Pendiri Perspektif Sosiologi ini kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Sosiologi FISIP UIN Bandung. Editor: Paelani Setia Lulusan Sosiologi yang pernah mengikuti program pertukaran mahasiswa di Unisel, Selangor, Malaysia. Aktif menulis di bidang kajian sosiologi, agama, dan religious studies. Saat ini menjabat sebagai Manajer sekaligus Co-Founder komunitas kajian Perspektif Sosiologi. Address-card Instagram Share artikel ini yuk! Facebook-f Link Twitter Instagram Whatsapp

Info

6 Buku Sosiologi yang Paling Banyak Dibaca dan Dikutip Versi Goodreads

Info 6 Buku Sosiologi yang Paling Banyak Dibaca dan Dikutip Versi Goodreads Sosiologi adalah ilmu yang mencoba memahami dan menganalisis pola-pola sosial dalam masyarakat, serta pengaruh berbagai faktor terhadap perilaku individu dan kelompok. Dalam perjalanan perkembangan ilmu ini, banyak buku yang telah menjadi bacaan penting bagi akademisi, mahasiswa, dan bahkan masyarakat umum. Berikut adalah enam buku sosiologi yang paling banyak dibaca dan dikutip, berdasarkan ulasan dari Goodreads. 1. The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (Max Weber) Buku ini merupakan karya monumental dari Max Weber yang menggali hubungan antara Protestantisme, terutama ajaran Calvinisme, dan kemunculan kapitalisme. Weber berargumen bahwa etika kerja yang dikembangkan oleh orang Protestan mendorong kemunculan sistem ekonomi kapitalis yang efisien. Ia mengaitkan prinsip hidup sederhana, rasionalitas, dan kerja keras dengan keberhasilan ekonomi dalam konteks masyarakat Barat. Buku ini memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana nilai-nilai agama dapat berkontribusi pada pembentukan sistem ekonomi dan sosial yang lebih besar. 2. The Sociological Imagination (C. Wright Mills) C. Wright Mills dalam bukunya ini memperkenalkan konsep sociological imagination, yang mengajak pembaca untuk melihat keterkaitan antara pengalaman individu dan struktur sosial yang lebih luas. Mills mendorong kita untuk memahami bagaimana masalah pribadi sering kali merupakan dampak dari isu-isu publik, seperti politik dan ekonomi. Buku ini berperan penting dalam mengajarkan sosiologi sebagai alat untuk memahami dunia sosial dan membantu pembaca berpikir lebih kritis tentang bagaimana individu dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang lebih besar. 3. The Presentation of Self in Everyday Life (Erving Goffman) Erving Goffman menggunakan pendekatan dramaturgis dalam buku ini, memandang kehidupan sosial sebagai sebuah pertunjukan. Ia menjelaskan bagaimana individu memainkan berbagai peran dalam kehidupan sehari-hari, tergantung pada konteks sosial dan interaksi dengan orang lain. Buku ini mengeksplorasi konsep-konsep seperti “masker sosial”, “presentasi diri”, dan “peran sosial” dalam berbagai setting. Goffman menunjukkan bahwa interaksi sosial adalah proses kompleks yang melibatkan pengelolaan identitas diri di depan orang lain, yang sering kali berbeda dari kenyataan internal. 4. The Social Construction of Reality (Peter L. Berger dan Thomas Luckmann) Dalam buku ini, Peter L. Berger dan Thomas Luckmann membahas bagaimana realitas sosial dibentuk melalui interaksi sosial dan makna bersama. Mereka mengungkapkan bahwa apa yang kita anggap sebagai “realitas” adalah hasil konstruksi sosial yang dikembangkan dan dipertahankan melalui bahasa, budaya, dan institusi sosial. Konsep social construction ini menggugah pembaca untuk berpikir kritis tentang bagaimana budaya, nilai, dan norma membentuk pemahaman kita tentang dunia dan mempengaruhi cara kita bertindak dalam masyarakat. 5. Mind, Self, and Society (George Herbert Mead) George Herbert Mead adalah salah satu pelopor teori interaksionisme simbolik, dan dalam buku ini ia mengembangkan konsep-konsep dasar tentang bagaimana diri (self) terbentuk melalui interaksi sosial. Mead menekankan pentingnya simbol, komunikasi, dan interaksi dalam pembentukan identitas pribadi. Melalui pemikiran ini, ia menunjukkan bahwa individu tidak hanya dipengaruhi oleh struktur sosial, tetapi juga berperan aktif dalam membentuk dirinya melalui interaksi dengan orang lain. Buku ini memberikan dasar bagi pemahaman tentang psikologi sosial dan dinamika kelompok dalam masyarakat. 6. Suicide (Émile Durkheim) Buku ini adalah salah satu karya paling penting dalam sejarah sosiologi. Émile Durkheim menggunakan metode sosiologis untuk menganalisis bunuh diri, dengan tujuan untuk memahami faktor-faktor sosial yang mempengaruhi keputusan individu untuk mengakhiri hidupnya. Durkheim menunjukkan bahwa tingkat bunuh diri tidak dapat dijelaskan hanya dengan faktor individu, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi sosial, seperti tingkat integrasi sosial dan regulasi. Buku ini memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana kekuatan sosial dapat mempengaruhi perilaku individu, bahkan dalam keputusan ekstrem seperti bunuh diri. Keenam buku ini memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap perkembangan pemikiran sosiologi, dan masing-masing menawarkan perspektif yang unik untuk memahami dinamika sosial dalam masyarakat. Dari analisis tentang pengaruh agama terhadap kapitalisme oleh Max Weber hingga pemahaman tentang interaksi sosial dan identitas diri oleh Goffman, buku-buku ini membuka wawasan yang lebih luas tentang bagaimana struktur sosial, budaya, dan individu saling berinteraksi dan membentuk dunia kita. Dr. Dede Syarif Dr. Dede Syarif adalah akademisi dan sosiolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulusan Sosiologi UGM. Ia aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi, termasuk melalui short course di Jerman dan Australia. Pendiri Perspektif Sosiologi ini kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Sosiologi FISIP UIN Bandung. Editor: Paelani Setia Lulusan Sosiologi yang pernah mengikuti program pertukaran mahasiswa di Unisel, Selangor, Malaysia. Aktif menulis di bidang kajian sosiologi, agama, dan religious studies. Saat ini menjabat sebagai Manajer sekaligus Co-Founder komunitas kajian Perspektif Sosiologi. Share artikel ini yuk! Facebook-f Link Twitter Instagram Whatsapp

Info

Ideografis Vs Nomotetik, dua pendekatan penelitian dalam Sosiologi

Info Ideografis Vs Nomotetik, dua pendekatan penelitian dalam Sosiologi   Aspek Pendekatan Ideografis Pendekatan Nomotetik Definisi Idios = sendiri, graph = deskripsi. Fokus pada aspek unik dari kasus Nomos = hukum, thetikos = mengusulkan. Fokus pada hukum dan prinsip umum Karakteristik – Menjelaskan fenomena sosial secara rinci dan bernuansa – Memahami kekhususan dan kompleksitas suatu kasus – Mencari pola-pola dan keteraturan sosial – Bertujuan untuk membuat generalisasi Metodologi – Metode kualitatif: studi kasus, etnografi, wawancara mendalam, observasi partisipan – Fokus pada pengalaman dan makna subjektif individu – Metode kuantitatif: survei, eksperimen, analisis statistik – Fokus pada data dari sampel besar Tujuan Penelitian Memahami konteks spesifik dan perspektif pelaku Mengidentifikasi pola, korelasi, dan membuat prediksi Penerapan – Cocok untuk studi komunitas atau praktik budaya lokal – Contoh: praktik budaya masyarakat adat – Cocok untuk tren sosial yang luas – Contoh: hubungan status sosial-ekonomi dan pendidikan Kelebihan Memberikan pemahaman mendalam terhadap suatu fenomena sosial secara kontekstual Temuan dapat digeneralisasi untuk teori dan kebijakan Keterbatasan Sulit digeneralisasi, bersifat kontekstual Cenderung mengabaikan nuansa dan makna subjektif individu Dr. Dede Syarif Dr. Dede Syarif adalah akademisi dan sosiolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulusan Sosiologi UGM. Ia aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi, termasuk melalui short course di Jerman dan Australia. Pendiri Perspektif Sosiologi ini kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Sosiologi FISIP UIN Bandung. Editor: Paelani Setia Lulusan Sosiologi yang pernah mengikuti program pertukaran mahasiswa di Unisel, Selangor, Malaysia. Aktif menulis di bidang kajian sosiologi, agama, dan religious studies. Saat ini menjabat sebagai Manajer sekaligus Co-Founder komunitas kajian Perspektif Sosiologi. Share artikel ini yuk! Facebook-f Link Twitter Instagram Whatsapp

Info

Dari ARPANET ke TikTok: Jejak Lahirnya Sosiologi Internet dan Sosiologi Digital

Info Dari ARPANET ke TikTok: Jejak Lahirnya Sosiologi Internet dan Sosiologi Digital Bagaimana Sosiolog Mulai Mempelajari Dunia Maya Internet bukan cuma soal teknologi—ia juga mengubah cara manusia berkomunikasi, membentuk komunitas, bahkan membangun identitas. Tak heran, sejak awal kemunculannya, internet menarik perhatian para sosiolog. Tapi tahukah kamu bahwa ada cabang khusus dalam sosiologi yang fokus mempelajari dunia digital ini? Cabang tersebut dikenal sebagai Sosiologi Internet dan Sosiologi Digital. Berikut ini adalah jejak sejarah kemunculannya: 1960: Internet Mulai Diciptakan Semuanya dimulai dari proyek militer di Amerika Serikat. Pada tahun 1960-an, ARPANET (Advanced Research Projects Agency Network) dikembangkan sebagai jaringan komunikasi komputer pertama yang menjadi cikal bakal internet modern. 1990: Lahirnya Sosiologi Internet Seiring internet mulai digunakan publik, muncul minat dari para ilmuwan sosial untuk mempelajari dampaknya. Maka, pada tahun 1990, sub-bidang Sosiologi Internet mulai terbentuk. Fokus utamanya adalah bagaimana internet memengaruhi interaksi sosial, komunitas virtual, dan relasi global. 1991–1992: Web untuk Semua Orang Tahun 1991, Tim Berners-Lee merilis perangkat lunak World Wide Web (WWW) untuk publik. Ini membuat internet jauh lebih mudah diakses dan digunakan. Setahun kemudian, pada Januari 1992, dirilis browser web berbasis teks pertama yang mempercepat penyebaran informasi secara masif. 2001: Tulisan Ilmiah Pertama Tonggak penting datang pada tahun 2001 saat Paul DiMaggio menerbitkan tulisan berjudul Social Implications of the Internet dalam jurnal Annual Review of Sociology. Ini adalah publikasi ilmiah awal yang mengkaji internet secara sosiologis secara sistematis. 2000-an: Munculnya Sosiologi Digital Di awal tahun 2000-an, lahir sub-bidang baru yang disebut Sosiologi Digital. Berbeda dengan sosiologi internet yang mempelajari dunia daring sebagai fenomena sosial, sosiologi digital lebih luas—ia juga mempelajari bagaimana data, algoritma, dan perangkat digital membentuk kehidupan sosial. 2012: Diformalisasi di Inggris Pada tahun 2012, British Sociological Association secara resmi mengakui Sosiologi Digital sebagai sub-bidang baru dalam sosiologi. Ini membuka jalan bagi riset dan diskusi lebih intensif tentang dunia digital dari perspektif sosial. 2013: Buku Pertama Sosiologi Digital Setahun kemudian, terbit publikasi penting berjudul Digital Sociology: Critical Perspectives. Buku ini menjadi salah satu literatur awal yang menyusun kerangka teoritis untuk memahami masyarakat digital secara kritis. 2015: Konferensi Pertama Tahun 2015, konferensi pertama tentang sosiologi digital diselenggarakan di New York. Ini menjadi forum penting bagi para akademisi, peneliti, dan mahasiswa untuk membahas perkembangan masyarakat digital dari berbagai sisi: politik, ekonomi, budaya, dan teknologi. Apa Bedanya Sosiologi Internet dan Digital? Sosiologi Internet Sosiologi Digital Fokus pada interaksi daring Fokus pada relasi antara teknologi digital dan kehidupan sosial Muncul sejak tahun 1990-an Formal sejak 2012, berkembang pesat sejak 2010-an Memperhatikan ruang virtual Juga mengkaji algoritma, data, platform, dan infrastruktur   Penutup: Mengapa Ini Penting? Di era media sosial, platform digital, dan kecerdasan buatan, tak cukup hanya belajar tentang teknologi dari sisi teknis. Kita juga butuh pemahaman sosiologis: bagaimana teknologi membentuk kita sebagai manusia dan masyarakat? Dengan memahami sosiologi digital, kita bisa lebih kritis melihat dunia di balik layar—mulai dari bagaimana algoritma memengaruhi opini kita, sampai bagaimana data digunakan untuk membentuk kebijakan atau bahkan politik. Sumber teks: DiMaggio, P. (2001). Social Implications of the Internet. Annual Review of Sociology. Lupton, D. (2013). Digital Sociology: Critical Perspectives. British Sociological Association (2012) Penulis: Dr. Dede Syarif Dr. Dede Syarif adalah akademisi dan sosiolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulusan Sosiologi UGM. Ia aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi, termasuk melalui short course di Jerman dan Australia. Pendiri Perspektif Sosiologi ini kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Sosiologi FISIP UIN Bandung. Editor: Paelani Setia Lulusan Sosiologi yang pernah mengikuti program pertukaran mahasiswa di Unisel, Selangor, Malaysia. Aktif menulis di bidang kajian sosiologi, agama, dan religious studies. Saat ini menjabat sebagai Manajer sekaligus Co-Founder komunitas kajian Perspektif Sosiologi. Share artikel ini yuk! Facebook-f Link Twitter Instagram Whatsapp

Info

Kenapa Gen Z Sering Nulis Chat Pakai Huruf Kecil Semua?

Info Kenapa Gen Z Sering Nulis Chat Pakai Huruf Kecil Semua? Kalau kamu sering dapet atau kirim chat yang semua hurufnya kecil — tanpa huruf kapital di awal kalimat atau nama orang — kamu gak sendirian. Fenomena ini ternyata jadi gaya komunikasi khas di kalangan Gen Z. Bisa jadi kamu salah satunya, atau setidaknya udah terbiasa baca chat teman kamu yang seperti itu. Bukan Karena Gak Ngerti EYD Sekilas, mungkin kita mikir: apa mereka gak tahu aturan tata bahasa? Tapi ternyata bukan itu masalahnya. Penggunaan huruf kecil dalam teks atau chat oleh Gen Z bukan karena gak ngerti kaidah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Justru, ini adalah pilihan sadar dan disengaja. Gaya ini dipilih karena dirasa lebih cocok dengan cara mereka menyampaikan pesan di era digital — lebih otentik, lebih santai, dan terasa relevan dengan dunia mereka. Penampilan Pesan yang Santai Salah satu alasan utama kenapa Gen Z memilih huruf kecil adalah soal tampilan. Menurut mereka, huruf kecil membuat pesan terlihat lebih santai dan kasual, seperti aliran pikiran yang mengalir begitu saja. Gaya ini berbeda dengan pesan yang terlalu terstruktur dan formal. Huruf kapital dianggap membawa kesan serius — atau bahkan terlalu “dewasa”. Terasa Lebih Lembut dan Natural Selain lebih santai, huruf kecil juga dianggap lebih lembut dan tidak agresif. Dalam komunikasi digital, huruf kapital sering kali dibaca seperti teriakan. Jadi, ketika seseorang menulis dengan huruf besar semua, bisa terasa seperti marah atau mendesak. Sebaliknya, huruf kecil menciptakan kesan obrolan yang lebih halus, lebih komunikatif, dan tidak mengintimidasi. Ini penting dalam menjaga suasana nyaman dalam percakapan sehari-hari, apalagi di ruang digital yang serba cepat dan rawan salah paham. Gaya yang Autentik dan Keren Yang menarik, estetika huruf kecil ini juga dianggap sebagai bentuk self-branding yang autentik. Seperti yang dijelaskan oleh Maya Elizabeth Neufeld-Wall dalam risetnya Being Real: Gen-Z, Self-Presentation, and Authenticity on Social Media (2023), Gen Z cenderung memilih cara berkomunikasi yang menunjukkan keaslian diri — bukan hanya dalam isi pesan, tetapi juga dalam bentuk tulisannya. Huruf kecil dipilih karena terlihat lebih keren, lebih personal, dan mudah dikenali di antara lautan konten media sosial yang formal dan terstandar. Referensi: Neufeld-Wall, M. E. (2023). Being Real: Gen-Z, Self-Presentation, and Authenticity on Social Media. Communication Honors Theses. 26. https://digitalcommons.bucknell.edu/commissions_theses/26 Dr. Dede Syarif Dr. Dede Syarif adalah akademisi dan sosiolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulusan Sosiologi UGM. Ia aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi, termasuk melalui short course di Jerman dan Australia. Pendiri Perspektif Sosiologi ini kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Sosiologi FISIP UIN Bandung. Editor: Paelani Setia Lulusan Sosiologi yang pernah mengikuti program pertukaran mahasiswa di Unisel, Selangor, Malaysia. Aktif menulis di bidang kajian sosiologi, agama, dan religious studies. Saat ini menjabat sebagai Manajer sekaligus Co-Founder komunitas kajian Perspektif Sosiologi. Share artikel ini yuk! Facebook-f Link Twitter Instagram Whatsapp

Info

5 Beasiswa Luar Negeri untuk Kuliah Sosiologi

Info 5 Beasiswa Luar Negeri untuk Kuliah Sosiologi Ingin kuliah Sosiologi di luar negeri dengan biaya minim bahkan gratis? Tenang, ada banyak beasiswa internasional yang bisa kamu manfaatkan! Dari Amerika hingga Belanda, berikut ini adalah lima program beasiswa terbaik yang bisa kamu incar jika kamu ingin melanjutkan studi di bidang Sosiologi. 1. 🎓 Western Illinois University Scholarships (USA) Western Illinois University (WIU) memiliki sejumlah program beasiswa menarik, khususnya melalui Departemen Sosiologi dan Antropologi. Setiap tahunnya, tersedia empat beasiswa khusus untuk mahasiswa jurusan Sosiologi. Program ini ditujukan bagi pelajar internasional yang memiliki minat kuat di bidang kajian sosial dan budaya. 🔗 Informasi resmi WIU Scholarship Program – OAS 2025 2. 🏛 Rhodes Scholarship (UK) Siapa yang tidak kenal dengan Oxford University? Lewat Rhodes Scholarship, kamu berkesempatan belajar di salah satu universitas paling prestisius di dunia. Departemen Sosiologi Oxford menyediakan program MSc, MPhil, dan DPhil yang mendalam dan teoritis. Setiap tahun, tersedia sekitar 100 kuota beasiswa penuh untuk mahasiswa internasional. 🔍 Cek situs resmi Rhodes Trust untuk syarat dan ketentuan terbaru. 3. 🌏 Global Korea Scholarship (GKS) Tertarik kuliah di Korea Selatan? Program Global Korea Scholarship (GKS) menyediakan beasiswa penuh bagi pelajar internasional untuk menempuh pendidikan S1, S2, hingga S3. Program ini mencakup biaya kuliah, tiket pesawat, tunjangan hidup, dan kursus bahasa Korea selama 1 tahun. 📌 Cocok untuk kamu yang ingin merasakan atmosfer sosiologis Asia Timur. 4. 🇦🇺 University of Sydney International Scholarship (Australia) University of Sydney memiliki reputasi global dalam bidang Sosiologi, Studi Gender, dan Pekerjaan Sosial. Mereka menawarkan beasiswa internasional untuk jenjang sarjana maupun pascasarjana. Beasiswa ini mendukung biaya studi, penelitian, dan biaya hidup. 🎓 Peluang besar untuk belajar langsung dari institusi top Australia dengan dukungan finansial memadai. 5. 🌷 Orange Knowledge Programme (Belanda) Program Orange Knowledge Programme (OKP) merupakan inisiatif pemerintah Belanda untuk meningkatkan kapasitas individu melalui pendidikan tinggi. Tersedia bagi pelajar dari 38 negara mitra, OKP mencakup berbagai disiplin ilmu termasuk Sosiologi, khususnya dalam kaitan dengan pembangunan, gender, dan kebijakan publik. 🌍 Daftar universitas dan negara penerima diperbarui secara berkala di situs resmi OKP. ✨ Tips Singkat Mulailah persiapan sejak dini (TOEFL/IELTS, esai, dan rekomendasi). Selalu baca panduan aplikasi di situs resmi penyedia beasiswa. Pastikan jurusan Sosiologi tersedia di kampus tujuan dan sesuai dengan minat risetmu. Dr. Dede Syarif Dr. Dede Syarif adalah akademisi dan sosiolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulusan Sosiologi UGM. Ia aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi, termasuk melalui short course di Jerman dan Australia. Pendiri Perspektif Sosiologi ini kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Sosiologi FISIP UIN Bandung. Editor: Paelani Setia Lulusan Sosiologi yang pernah mengikuti program pertukaran mahasiswa di Unisel, Selangor, Malaysia. Aktif menulis di bidang kajian sosiologi, agama, dan religious studies. Saat ini menjabat sebagai Manajer sekaligus Co-Founder komunitas kajian Perspektif Sosiologi. Share artikel ini yuk! Facebook-f Link Twitter Instagram Whatsapp

Info

Gelar Akademik Untuk Lulusan Prodi Sosiologi di Berbagai Jenjang

Info Gelar Akademik Untuk Lulusan Prodi Sosiologi di Berbagai Jenjang Program Studi Sosiologi menghasilkan lulusan dengan jenjang gelar akademik yang berbeda sesuai dengan tingkat pendidikan yang ditempuh. Berikut ini adalah rincian gelar akademik berdasarkan jenjangnya: 1. Sarjana (S1) S.Pd. (Sarjana Pendidikan)Diberikan kepada lulusan dari Prodi Pendidikan Sosiologi. S.Sos. (Sarjana Sosial)Diberikan kepada lulusan Prodi Sosiologi reguler. B.A. (Bachelor of Arts)Gelar sarjana untuk lulusan prodi sosiologi di perguruan tinggi luar negeri, khususnya di negara-negara berbahasa Inggris. 2. Magister (S2) M.Si. (Magister Sains)Gelar magister untuk lulusan Prodi Sosiologi yang berbasis riset sosial dan pendekatan ilmiah. M.Sos. (Magister Sosial)Digunakan untuk program magister di bidang ilmu-ilmu sosial, termasuk sosiologi, yang menekankan aspek kebijakan, praksis, atau penguatan sosial masyarakat. M.A. (Master of Arts)Gelar internasional untuk jenjang S2 yang berfokus pada bidang seni, humaniora, dan ilmu sosial. 3. Doktoral (S3) Dr. (Doktor)Gelar akademik nasional untuk lulusan program pendidikan doktoral (S3). Ditempuh selama 3,5–7 tahun dan diselesaikan melalui penelitian disertasi ilmiah. Ph.D. (Doctor of Philosophy)Gelar internasional bagi lulusan doktoral dengan spesialisasi tertentu. Misalnya, Ph.D. in Sociology dengan fokus pada sosiologi politik, agama, gender, atau budaya. Catatan:Gelar akademik mencerminkan jenjang dan fokus keilmuan yang telah ditempuh oleh mahasiswa. Prodi Sosiologi membuka peluang luas bagi lulusannya untuk melanjutkan pendidikan hingga jenjang doktoral, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Dr. Dede Syarif Dr. Dede Syarif adalah akademisi dan sosiolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulusan Sosiologi UGM. Ia aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi, termasuk melalui short course di Jerman dan Australia. Pendiri Perspektif Sosiologi ini kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Sosiologi FISIP UIN Bandung. Editor: Paelani Setia Lulusan Sosiologi yang pernah mengikuti program pertukaran mahasiswa di Unisel, Selangor, Malaysia. Aktif menulis di bidang kajian sosiologi, agama, dan religious studies. Saat ini menjabat sebagai Manajer sekaligus Co-Founder komunitas kajian Perspektif Sosiologi. Address-card Instagram Share artikel ini yuk! Facebook-f Link Twitter Instagram Whatsapp

Info

Rekomendasi Kampus S2 Sosiologi di Jawa Barat

Info Rekomendasi Kampus S2 Sosiologi di Jawa Barat Berminat melanjutkan studi Magister (S2) di bidang Sosiologi dan sedang mencari kampus terbaik di wilayah Jawa Barat? Tenang, ada beberapa pilihan program studi yang bisa kamu pertimbangkan, baik dari sisi akademik maupun fokus kajiannya. Yuk, simak daftarnya! 1. Program Studi Magister Sosiologi, FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung Program ini berada di bawah naungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), UIN Bandung. Cocok untuk kamu yang tertarik pada pendekatan sosiologi berbasis nilai-nilai keislaman dan kajian sosial-kultural kontemporer. Kampusnya juga aktif dalam riset-riset sosial dan publikasi ilmiah. 2. Program Studi Magister Pendidikan Sosiologi, FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Berbeda dari S2 Sosiologi murni, program ini berfokus pada aspek pedagogi dan pendidikan sosiologi. Cocok buat kamu yang ingin menjadi pengajar atau peneliti pendidikan sosial. Program ini berada di bawah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS). 3. Program Studi Magister Sosiologi, FISIP Universitas Padjadjaran (Unpad) Sebagai salah satu universitas ternama di Indonesia, Unpad menawarkan program Magister Sosiologi yang kuat secara teoritis dan metodologis. Fokus kajiannya luas, mulai dari perubahan sosial, kebijakan publik, hingga studi komunitas dan gerakan sosial. 4. Program Studi Sosiologi Pedesaan, Sekolah Pascasarjana Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), IPB University IPB menghadirkan kekhasan tersendiri lewat Program Studi Sosiologi Pedesaan yang berada di bawah Sekolah Pascasarjana. Program ini menitikberatkan pada kajian masyarakat desa, pembangunan pertanian, serta ekologi manusia—sangat relevan untuk kamu yang berminat pada pembangunan wilayah dan keberlanjutan sosial. Jadi, kalau kamu sedang mempertimbangkan untuk kuliah S2 Sosiologi di Jawa Barat, empat kampus dan program di atas bisa jadi pilihan ideal. Pilihlah yang paling sesuai dengan minat riset dan tujuan kariermu! Dr. Dede Syarif Dr. Dede Syarif adalah akademisi dan sosiolog UIN Sunan Gunung Djati Bandung, lulusan Sosiologi UGM. Ia aktif dalam pengembangan ilmu sosiologi, termasuk melalui short course di Jerman dan Australia. Pendiri Perspektif Sosiologi ini kini menjabat sebagai Ketua Program Studi Magister Sosiologi FISIP UIN Bandung. Address-card Instagram Share yuk artikel ini… Facebook-f Link Twitter Instagram Whatsapp

Scroll to Top